Tulisan ini mengandung plot twist, jadi mohon baca sampai
selesai~
Dulu pas di pengajian, gue diajarin doa yang biasa dibaca
sama Rasullullah tentang “keberkahan”. Bunyinya begini: “Allahumma inni as alukal
huda, wattuqa, wal afaf, wal ghinna.” Yang artinya: "Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan."
Saat itu mindset gue tertuju pada kata “ghinna”, “kekayaan”,
ternyata Nabi dulu juga meminta supaya dirinya jadi kaya, ternyata meminta
harta bukan hal yang salah, ternyata doa menjadi kaya itu benar-benar ada dan
pernah dipraktekkan oleh Rasullullah. Maklum, namanya dulu main telen aja
bulet-bulet tanpa nyari substansinya apaan wkwkwk.
Jadilah doa ini gue baca setiap habis shalat, berharap kalau
“kekayaan” itu bakal datang seiring dengan rajinnya doa itu gue panjatkan. Ya siapa
juga yang nggak mau tajir melintir bergelimang harta berselimut kekayaan? Wong
udah ada ‘cheat’ doanya juga, dari Rasul pula?
Tapi makin dibaca, gue nggak kaya raya. Semua berjalan
seperti biasa, nggak tiba-tiba punya rekening gendut, tiba-tiba jadi sultan, masa-masa
bokek karena kebanyakan belanja juga masih. Ada yang salah sama doanya? Ya
nggak, karena guenya aja yang nggak paham substansi.
Makin belajar, jadi tau kalau “ghinna” di sini nggak selalu soal
dapetin harta banyak, bisa beli ini-itu, punya investasi di mana-mana, tapi doa
supaya hati kita yang merasa cukup, menjadi “kaya hati”, nggak ngileran, nggak
dengkian. We call it Qana’ah. Bukan keadaan yang diubah sama Tuhan, tapi
mindset dan hati kita yang diajak untuk melihat sesuatu dari sisi yang lain.
Ini beririsan sama video-nya mba Desi Anwar soal poor mentality
dan rich mentality yang pernah gue liat di Reels. Karena saat hati sempit, mau rejeki
sebanyak apapun tetap nggak akan terasa cukup, apalagi ngebandingin diri sama orang
lain yang lebih punya. Sedangkan hati lapang bikin kita punya banyak space buat
naruh “rejeki lain” di luar materi, kayak kasih sayang orang tua, masih bangun
tidur dan ngirup oksigen, badan sehat, buka tudung saji masih ada makanan,
punya anak yang lucu-lucu, punya temen-temen yang baik banget, masih bisa
ngakak dan terhibur liat meme, kesempatan buat berpikir dan beropini, juga bentuk-bentuk
rejeki lainnya yang kadang suka dianggepnya selewat jadi biasa aja gitu.
Sekian lama baca doa ini dan belajar lagi, alih-alih ketiban
harta kayak sultan, hasil yang gue dapetin adalah nerapin hidup minimalis, dan ngegunain
materi sebagai alat buat dapetin sesuatu yang dibutuhin, bukan dipengenin. Bukan
lagi mengejar kaya, tapi mengejar berkah.
Jadi yaa bener juga, doa Rasulullah soal “keberkahan” itu nggak
melulu soal materi. Kalopun punya keleluasaan dalam hal itu, adalah berkah dari
3 jalur rejeki yang selalu gue yakini sampai sekarang: 1. rejeki yang datang karena
kita cari (bekerja dan berusaha), 2. rejeki yang datang sendiri tanpa dicari (misal
kayak oksigen buat napas sehari-hari), dan 3. rejeki yang datang karena kita sering
ngasih dan berbagi (misal mendadak ditraktir temen karena kebaikan atau sedekah
yang kita buat entah apa dan kapan).
Semoga kita semua nggak capek buat belajar jadi cukup, nggak
capek buat mencari berkah, dan nggak capek buat belajar substansi dari ilmu
yang didapet sebelum ditelan mentah-mentah. Karena beda input, bakal beda juga
output-nya :D