Sabtu, 11 Desember 2021

Gue Mengintip Arti Ghinna dari Doa Rasullullah Tentang Keberkahan

Tulisan ini mengandung plot twist, jadi mohon baca sampai selesai~

Dulu pas di pengajian, gue diajarin doa yang biasa dibaca sama Rasullullah tentang “keberkahan”. Bunyinya begini: “Allahumma inni as alukal huda, wattuqa, wal afaf, wal ghinna.” Yang artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan." 

Saat itu mindset gue tertuju pada kata “ghinna”, “kekayaan”, ternyata Nabi dulu juga meminta supaya dirinya jadi kaya, ternyata meminta harta bukan hal yang salah, ternyata doa menjadi kaya itu benar-benar ada dan pernah dipraktekkan oleh Rasullullah. Maklum, namanya dulu main telen aja bulet-bulet tanpa nyari substansinya apaan wkwkwk.

Jadilah doa ini gue baca setiap habis shalat, berharap kalau “kekayaan” itu bakal datang seiring dengan rajinnya doa itu gue panjatkan. Ya siapa juga yang nggak mau tajir melintir bergelimang harta berselimut kekayaan? Wong udah ada ‘cheat’ doanya juga, dari Rasul pula?

Tapi makin dibaca, gue nggak kaya raya. Semua berjalan seperti biasa, nggak tiba-tiba punya rekening gendut, tiba-tiba jadi sultan, masa-masa bokek karena kebanyakan belanja juga masih. Ada yang salah sama doanya? Ya nggak, karena guenya aja yang nggak paham substansi.

Makin belajar, jadi tau kalau “ghinna” di sini nggak selalu soal dapetin harta banyak, bisa beli ini-itu, punya investasi di mana-mana, tapi doa supaya hati kita yang merasa cukup, menjadi “kaya hati”, nggak ngileran, nggak dengkian. We call it Qana’ah. Bukan keadaan yang diubah sama Tuhan, tapi mindset dan hati kita yang diajak untuk melihat sesuatu dari sisi yang lain.

Ini beririsan sama video-nya mba Desi Anwar soal poor mentality dan rich mentality yang pernah gue liat di Reels. Karena saat hati sempit, mau rejeki sebanyak apapun tetap nggak akan terasa cukup, apalagi ngebandingin diri sama orang lain yang lebih punya. Sedangkan hati lapang bikin kita punya banyak space buat naruh “rejeki lain” di luar materi, kayak kasih sayang orang tua, masih bangun tidur dan ngirup oksigen, badan sehat, buka tudung saji masih ada makanan, punya anak yang lucu-lucu, punya temen-temen yang baik banget, masih bisa ngakak dan terhibur liat meme, kesempatan buat berpikir dan beropini, juga bentuk-bentuk rejeki lainnya yang kadang suka dianggepnya selewat jadi biasa aja gitu.

Sekian lama baca doa ini dan belajar lagi, alih-alih ketiban harta kayak sultan, hasil yang gue dapetin adalah nerapin hidup minimalis, dan ngegunain materi sebagai alat buat dapetin sesuatu yang dibutuhin, bukan dipengenin. Bukan lagi mengejar kaya, tapi mengejar berkah.

Jadi yaa bener juga, doa Rasulullah soal “keberkahan” itu nggak melulu soal materi. Kalopun punya keleluasaan dalam hal itu, adalah berkah dari 3 jalur rejeki yang selalu gue yakini sampai sekarang: 1. rejeki yang datang karena kita cari (bekerja dan berusaha), 2. rejeki yang datang sendiri tanpa dicari (misal kayak oksigen buat napas sehari-hari), dan 3. rejeki yang datang karena kita sering ngasih dan berbagi (misal mendadak ditraktir temen karena kebaikan atau sedekah yang kita buat entah apa dan kapan).

Semoga kita semua nggak capek buat belajar jadi cukup, nggak capek buat mencari berkah, dan nggak capek buat belajar substansi dari ilmu yang didapet sebelum ditelan mentah-mentah. Karena beda input, bakal beda juga output-nya :D

 

Senin, 30 Agustus 2021